Pada Sekian Pertemuan

ada seorang laki-laki tua, tulangnya tengah terbakar. cintanya sampai mati demi seorang nona. dan aku melihat seorang nenek dengan sekian beban di telinganya. beban kesepian akan keterbelahan rutin yang sudah meninggalkannya ke dasar laut jawa.

demi asalmu yang tidak lagi bernama dan mengenal peta.

jangkrik tengah berbunyi sedemikian pekat sehingga telingaku sedemikian pekak. suara-suara mendatangi kepalaku malam-malam. hpku berdering tidak henti-henti. tidak henti-henti. dan sejenak dunia yang telah kututup telah terbuka. halaman yang sudah kubaca tiba-tiba terbuka dan bertiup. aku mendengar seseorang mengucapkan mantra

dimana aku telah kehilangan jejak nomormu? tanda itu yang serupa kaos pemain sepakbola tercetak di punggungmu

pada sebuah bukit kau tengah melihat dirimu yang belum lagi selesai.

di atas kepala, cuaca menyambutmu dengan hujan yang bertubi-tubi. luka-luka di tubuhmu dan luka-luka di sekelilingmu mulai terbasuh. mulai menutup dengan sel-sel hidup yang baru saja terbangun dari kematiannya yang kesekian.

bukan hanya kucing yang memiliki sembilan nyawa, kau berguman.

ah, pada bebatuan itu, kau melihat orangtuamu tumbuh menjadi anak-anak lugu. tengah berbicara tentang kematian yang tidak kunjung datang sembari minum teh dari cangkir-cangkir porselin cina di sore hari yang kian jernih dari langit kelabu. mereka akan semakin baik-baik saja, kau tahu.

kau merindukan gelombang hitam di kepalanya yang kau sebut kriwil-kriwil kecil itu. belum lagi duapuluh empat jam. kau tahu dadamu mulai berdetak ketika belajar untuk mencintainya. dengan tenang dan tidak perlu terburu-buru. namun kau juga tahu kau telah meraihnya di detik-detik yang genting. dan meninggalkan yang sudah terjadi dan telah terjadi.

ada rasa galau yang mulai menutup. ada denyut jantung yang sungguh mulai berdetak.

namun sebelum semua itu terjadi, selesaikanlah, relakanlah, segala-galanya itu.

Bogor, 28 Okt’05

-atas minggu yang resah dan rentan akan sesuatu-

Leave a comment