Bulan Kepiting nan Gelap

:membaca ulang jejak Fransisca Fanggidaej

Hati bergerak senyap, dalam labirin-labirinnya yang semakin gelap. Menggali semua jenis perasaan yang tertinggal berkerak. Sisa dari letusan dan reruntuhan peristiwa masa lalu. Dari peperangan diri yang berkali-kali melewati waktu, melewati kalah dan melewati kecewa.

Ada kemarahan purba tumbuh dari dalam jiwaku. Ada sekian perempuan yang berputar bergerak. Sekian ibu, ibu demi ibu. Sekian kehamilan. Sekian kelahiran. Sekian kematian. Sekian kehidupan. Segalanya berputar. Segala yang menakutkan dan mengerikan. Kemarahan purba itu merayap, memenuhi seluruh permukaan bumi.

Di semua memori perjalanan itu, aku melihat semuanya terbakar. Semua jembatan yang berjatuhan. Semua kiamat yang terlewati. Hanya untuk demi selamat. Dalam tubuh ini, semua memori itu tersimpan dan bergelimpangan.

Aku melihat, perempuan tua itu, perempuan muda itu. Pagi tadi, dalam waktu yang lain, mendaki area pegunungan tempat leluhurku dibesarkan. Mengandung anaknya, melarikan diri dari kejaran, bersama sekian rombongan. Mereka menembak suaminya yang baru bersamanya selama dua minggu. Di hari berikutnya mereka melarikan dirinya dan kemudian ia melahirkan anaknya. Dari pulau yang jauh di Timur ia hadir. Kisahnya merayapi tegukan kopiku di pagi hari. Entah berapa kali ia telah harus berlari, demi hidup, demi hidup. Aku tengah berhitung, untuk hidup di kota dimana ia pernah hidup di Utara.

Seandainya semua yang kukerjakan tidak kuhidupi kembali, seandainya semua cerita-cerita tidak meminjam lidahku untuk menceritakannya kembali. Semua ibuku. Semua anakku. Bagai laut, perasaan ini mengalir tak henti-hentinya, membanjiri bumi hingga kering di dalam hati.

Di tengah segala yang tenggelam, dalam mimpi, aku melihat kekasihku pergi. Mungkin semua laki-laki yang pergi. Semua laki-laki yang meninggalkan. Semua yang tanpa penjelasan dan berakhir dalam ketiadaan. Tangan ini berulang-ulang tak kuasa meraih kembali, apa yang hilang juga berkali-kali.

Jika saja dalam jalan keabadian, kehilangan itu tak membekas dan tak menyakitkan.

Semua yang perempuan di dalamku menangis, marah dan sedih.