teringat aku pada gesekan sebuah biola tua, kayunya sedikit lapuk tetapi masih menawan menggoda. teringat aku malam yang dingin itu dimana kubaringkan lelap pada bangku-bangku keras dekat pendopo itu. teringat aku malam terakhir yang kita habiskan bersama dalam gelap, kita yang saling mencari sesuatu itu.

tangan dimana-mana. dimana-mana tangan.

apakah kau lihat yang aku lihat di saat-saat potongan peristiwa melintasi mata, seperti frame-frame dari film terakhir yang kutonton di bioskop. masih ingatkah kau?

tulis ketik tulis ketik tulis ketik
waktu dimana waktu kemana waktu
beri aku satu detik yang diam berabad
biar terangkum semua dalam kata serta huruf

lelaki jalang kenapa telanjang, liar dan sendiri? adakah hawa meninggalkanmu sedemikian rupa, lupa pada dirimu yang polos tak bernama, cuma sisa-sisa seorang adam. lelaki jalang kenapa telanjang di depanku, sedikit garang dengan mata menantang. bukan, aku bukan hawa yang mengambilkanmu buah kurdi atau yang keluar dari rusuk kirimu. aku hanya seorang perempuan yang mengajarkanmu bercinta di atas kasur ranjang. aku tidak mengambilkanmu buah kurdi, aku hanya memintamu menyentuh kedua buah dadaku. juga aku keluar dari rahim ibuku setelah delapan setengah bulan mendekam, bukan dari rusuk kiri seorang adam.

lelaki jalang kenapa kau masih telanjang, duduk termenung di atas jendela kayu itu. menatap entah, menatap mataku terkadang, menatap dengan jalang. lalu tatapanmu pindah kembali mengamati alang-alang, kau mendesah pendek “rumput-rumput malang…”.

sore menjelang, dari sisa langit-langit yang kupandang terbalik, aku masih menemukan sosokmu telanjang duduk di dekat jendela. sudah berapa lama kau disana, wahai lelaki jalang? semenjak cumbu embun dan bibirmu berhenti, begitu jawabmu.

waktubatu, satu kisah yang bertemu di ruang tunggu

:untuk elang

aku ingat satu aroma udara malam itu, dingin menyeruak melalui rongga hidung. pentas teater garasi waktubatu, pentas hari terakhir dimulai pukul delapan malam. salah satu penulis skenarionya, adalah seorang penulis yang juga kukagumi. banyak cerita bisa dimulai disini. tetapi satu kisah saja untuk saat ini.

kisah ini dimulai beberapa menit yang lalu ketika sudah sekian lama tidak kusentuh mayanya dunia. tulisan seorang kawan menyentakku sekaligus mengingatkanku dengan waktubatu, sebuah ruang tunggu memang. ruang tunggu yang gelap, panggung kayu, batu, dan seekor penyu.

debu-debu jalanan tidak mengangguku malam itu, seperti biasa aku suka dengan bau-bau abu. baru saja kuselesaikan satu hal yang mengangguku hari itu dan aku datang pada waktubatu, kisah-kisah yang bertemu di ruang tunggu.

ah, yah aku datang waktu itu, sedikit kedinginan. duduk di bangku depan blok E, lalu pindah menggelesot ke lantai. kau mengenaliku, sedangkan perhatianku tersita penuh pada pentas. orang-orang yang lari melewatiku dengan centong kayu dan dialog-monolog yang menenggelamkanku. mimik-mimik itu, gerak tubuh, suara-suara mendengung memadu. aku berhenti di sebuah waktu, duduk seperti genapnya batu. dahsyat memang.

aku datang dengan seorang kawan. berkelamin lelaki, tetapi ia bukan lelakiku. sampai saat ini hanya ada seorang yang bisa kusebut begitu, tetapi aku ingin mengenyahkan semua bentuk kepemilikan itu. benar-benar enyah.

aku baru tiba di kota asalku, aku merasa asing berputar-putar bagaikan gasing. aku ingin kembali ke ruang tunggu. menit-menit yang membatu itu, andaikan saja. tapi ah, tenang saja kawan, ini baru satu kisah.

bgr, 20.07.02