Lhasa, 9 Juli 2011

Tara

Di ketinggian ini aku selalu membayangkan perasaanku. Bagaimana rasanya berdiri di tebing yang sama kembali. Mengingatmu. Mengingat sekian senja yang lalu. Kukira segalanya berkilas. Melewatiku. Matamu yang beku. Abu-abu.

Raka, nerakaku adalah tak bersamamu. Nerakaku adalah tidak mengenalmu.

Di danau yang nyaris beku, kucelupkan kepalaku. Mengingat rasa sebelum kehidupan berdetak menyentuh jantungku. Apakah jiwa? Apakah masa? Apakah ingatan? Apakah ada yang sia-sia dari yang tersisa?

Surgaku adalah ketika aku melihat matamu. Momen ketika pintu surga itu terbuka lagi. Masih senja dan selalu senja. Aku tak pernah bisa menutup segala rasaku akan dirimu. Tak pernah bisa. Terlalu pekat dan dalam. Bahkan ketika kubayangkan lagi, janji kita untuk ke tempat ini lagi.

Bukan kau lagi yang berada di tebing itu. Hanya sahabatku dengan tatto teratai mungil di lengannya. Ia juga membawa kamera, tapi juga bukan milikmu. Tiada sesuatu adalah milikmu selain ingatanku.

Aku mendengar bunyi lonceng samar di kejauhan. Bendera doa berkibar warna warni. Himalaya terlihat dengan megahnya. Aku selalu melihat ke arah utara. Selalu ke tempat-tempat yang tinggi. Udara selalu menyengat ketika kuhirup. Baumu ada dimana-mana. Wajahmu membekas di setiap butir pasir yang terbawa angin lalu.

Ini keterlaluan.

Raka, aku selalu merindukanmu dan aku tidak baik-baik saja.

Selamat ulang tahun yang ketigapuluh. Selamat…

Kuteguk anggur dari botol termos.

tak ada lagi
tak ada lagi yang akan membuatku patah
bahkan di jalan itu
menuju gunung

dimana aku menangis di atas motorku
sepanjang jalan
sekian kali
setiap senja
yang tak lagi membuat diriku jatuh
tersebar
dan tak akan lagi retak

aku mengingat
kota yang diselimuti abu
terlahir baru
sebagaimana hatiku
yang selalu diledakkannya dari dalam
hingga tak rentan pecah
tak lagi bungkah

dan tak lagi patah

XV
Pablo Neruda

Me gustas cuando callas porque estás como ausente,
y me oyes desde lejos, y mi voz no te toca.
Parece que los ojos se te hubieran volado
y parece que un beso te cerrara la boca.

Como todas las cosas están llenas de mi alma
emerges de las cosas, llena del alma mía.
Mariposa de sueño, te pareces a mi alma,
y te pareces a la palabra melancolía.

Me gustas cuando callas y estás como distante.
Y estás como quejándote, mariposa en arrullo.
Y me oyes desde lejos, y mi voz no te alcanza:
déjame que me calle con el silencio tuyo.

Déjame que te hable también con tu silencio
claro como una lámpara, simple como un anillo.
Eres como la noche, callada y constelada.
Tu silencio es de estrella, tan lejano y sencillo.

Me gustas cuando callas porque estás como ausente.
Distante y dolorosa como si hubieras muerto.
Una palabra entonces, una sonrisa bastan.
Y estoy alegre, alegre de que no sea cierto.

Soneta XV
oleh Pablo Neruda

aku menyukai dirimu tenang, seperti dirimu tiada,
dan kau mendengarku dari jauh, dan suaraku tidak menyentuhmu.
sepertinya kelopak matamu telah terbang,
sepertinya sebuah ciuman telah mengunci mulutmu

karena semuanya ini dipenuhi oleh rohku,
kau datang dari sesuatu, dipenuhi rohku.
kau muncul sebagai jiwaku, seperti mimpi kupu-kupu
dan kau muncul sebagai kata kesedihan.

aku menyukai dirimu tenang, seperti dirimu berjarak,
kau adalah desahan, dekutan seekor kupu-kupu.
kau mendengarku dari jauh, dan suaraku tidak mencapaimu,
lalu, biarkan aku tenang, tenang karena diammu

lalu, biarkan aku dekat, dekat dengan kesunyianmu,
sejernih cahaya, semurni cincin.
kau seperti malam, tenang, terkonstelasi.
kesunyianmu seperti bintang, jauh dan nyata.

aku menyukaimu tenang, seperti kau tiada,
jauh dan sedih, seolah kau sudah mati.
satu kata ketika itu, sebuah senyum, sudah cukup.
dan aku tergetar lalu tergetar: bahwa hal itu tidak mungkin.

Diterjemahkan oleh Astrid Reza