di matamu aku seperti melihat kilasan peristiwa
bandar-bandar yang dibakar dalam kedatangan portugis
namun juga di matamu aku melihat kebakaran hati yang lepas dari kendali
pantai-pantai yang sepi dari purnama
ramai akan botol bir dan kemabukan-kemabukan duniawi
aku mengingat diriku suatu malam
yang harus lari dari sesuatu
menemukan diriku dengan hanya malaku di bawah rimbunnya semak
apalah arti diri ini tanpa doa dan dewa-dewa yang selalu menjagaku?
aku melihat segala yang hijau
udara malam yang sekat di tenggorokan
gereja-gereja yang bagai kuil di setiap pojokan
dan bekas pasir di telapak kaki setiap sore hari
seorang laki-laki menjual palo santos di pasar kaget pinggir pantai
aku membeli tiga keping hari ini
untuk segala keperluan upacara ke depan
aku menemukan diriku dalam sosok ibu muda dan anak perempuannya
perempuan dari pulau lelaki di ujung utara sana
pulau-pulau di eropa seolah memanggilku
sedangkan bandar-bandar di timur adalah tempat hatiku berlabuh
fransiskus asisi menulis surat untuk inkusisi sebelum mati
aku tak jadi menyiarahinya walaupun ia membawa nama bapakku
di dalam pesta yang dimulai dengan sunyi
karma dimulai dengan bergulir dan pelan
bunyi lonceng dan terompet memenuhi udara
dan guru yang telah memanggilku lebih cepat
untuk selalu pulang kepadanya
namun di dadamu aku menemukan malamku terserak
di dadamu juga, aku hanya mengerti sejatinya diriku
apa yang aku mau
apa yang aku tak mau
lalu apa yang aku perlu
di bawah pohon itu aku merindu
dan di pelabuhan ini aku membiarkan jejakku mewarnai jalan-jalannya
yang telah mewarnai segala hal yang tak lagi bisa kuambil foto
namun beginilah rumitnya, Goa
laut arabia yang menyambutku di suatu sore
dengan senja yang tak henti-hentinya tenggelam
segalanya tetap berlalu
segalanya