sebuah pembatas buku kupu-kupu warisan ibu saya bertengger di sebuah pot yang juga miliknya dulu. saya jadi ingin mencat ruangan kerja saya dengan warna pink yang tidak muda. dalam beberapa bulan umur saya akan mencapai dua puluh tujuh tahun. saya jadi teringat catatan puthut ea, dua puluh tujuh kali mengelilingi matahari. yang pada usia demikian chairil anwar meninggal dan kurt cobain bunuh diri. james dean menabrakkan mobilnya dan mati. dua puluh tujuh. ah.

saya tetap ragu akan mati muda dan abadi. saya merasa belum meninggalkan apa-apa selain anak saya yang sedang lucu-lucunya. saya berusaha menghapus rasa ingin mati dari diri saya dan menganggapnya sebagai tujuan akhir yang lain nan pasti. saya sedang tidak ingin berpikir tentang kematian, walau saya masih suka memakai warna hitam dan bergaya gothic.

saya berpikir untuk mengganti kacamata saya dengan yang baru atau bahkan memakai kontak lens, karena anak saya sering memainkan kacamata saya. kacamata ini sudah terlalu lama saya pakai. kacanya sudah baret-baret dan penglihatan saya jadi buram. saya menemukan frame kacamata yang murah dan tidak berat (juga untuk kantong saya) kemarin di pasar klithikan. semoga saya bisa membelinya bulan depan.

saya ingin kamera baru. yang sederhana saja, sehingga saya bisa merekam semua. memulai merekam semua kembali. memutar segalanya kembali. mungkin. terkadang aku masih menginginkan matamu. karena apa yang kau simpan, selalu abadi. dan kamera, selalu mengingatkan saya padamu.

Lagu, Betapa Tidak Sempurnanya Dirimu!

Kami lima ribu orang
Terkurung dalam bagian kecil kota ini
Kami lima ribu orang
Berapa banyakkah dari kami di seluruh negeri?

Bagian yang begitu besar dari kemanusiaan
Dengan rasa lapar, dingin, horor dan kesakitan
Enam dari kami telah hilang
Dan bergabung dengan bintang-bintang di angkasa.

Seorang dibunuh, yang lain dipukuli
Sebagaimana aku tidak pernah bisa membayangkan seseorang
dapat dipukuli
Empat yang lain hanya ingin mengakhiri
Rasa takut mereka

Seorang melompat jatuh hingga mati
Yang lain membenturkan kepalanya ke tembok
Tetapi semuanya
Melihat lurus ke dalam mata kematian.

Kami adalah sepuluh ribu tangan
Yang tak lagi bekerja
Berapa banyakkah dari kami
Di seluruh negeri?

Darah yang telah ditumpahkan dari kamerad Presiden kami
Memiliki lebih banyak kekuatan daripada bom dan senapan mesin
Dengan kekuatan kepalan kolektif kami yang sama
akan menyerang lagi suatu hari.

Ah, lagu betapa tidak sempurnanya dirimu
Ketika aku harus menyanyi dalam kengerian!
Aku tak bisa karena aku masih hidup
Aku tak bisa karena aku sekarat

Adalah menakutkan untuk menemukan diriku sendiri
Hilang dalam waktu yang tak terbatas
Yang mana diam dan teriakan
Adalah yang menjadi tujuan laguku

Apa yang aku lihat, aku tak pernah lihat
Apa yang aku rasakan dan pernah aku rasakan
Yang akan menjadikan waktu bersemi kembali
Yang akan menjadikan waktu bersemi kembali.

Ah, lagu betapa tidak sempurnanya dirimu
Ketika aku mencoba menyanyi dalam kengerian
Ah, lagu betapa tidak sempurnanya dirimu.
Ah, lagu betapa tidak sempurnanya dirimu.

Puisi oleh Victor Jara
Stadiun Nasional Chile, September 1973

Diterjemahkan oleh Astrid Reza, 17 Februari 2010.

Puisi di atas ditulis di kamp konsentrasi, dihafalkan diam-diam dan diselundupkan keluar oleh tahanan politik lainnya. Ditulis oleh penyair, penyanyi lagu rakyat dan dramawan Chile, Victor Jara, sesaat sebelum dia dibunuh pada tanggal 17 September 1973.