Malam-malam menuju bulan mati telah menjelang. Lalu kau mengingat tilem di bulan yang lalu, menaiki Gunung Batukaru, menanyakan kepada leluhur yang telah berkali-kali menarikmu ke arah pegunungan itu. Dua kali tepatnya, lalu anakmu yang juga menjadi bagian barisan penjaga gunung itu kelak. Delapan jam yang menaiki panjangnya tangga akar lalu portal-portal yang terbuka. Kesadaran yang terjaga, kesementaraan yang tidak terlena. Kau si perekam cerita, sekian hal telah kau simpan untuk kau sebarkan di waktu yang akan tepat.
Ada degup yang telah menentukan peta perjalananmu selanjutnya. Ibu India. Dua tahun kau telah menahannya dan pintu itu kembali terbuka. Kau pasrah akan peta apapun yang akan terbentang. Buku catatan dalam kepalamu kembali kau buka dan mencatatlah, teruslah mencatatlah semua pesan itu sekarang. Tulisan ini adalah usaha-usaha untuk kembali merunut semua dongeng para tetua dan para dewa.
Dalam raga ini, sekian cinta telah kau lalui untuk kau lepaskan kembali pada dunia. Segala yang telah membentukmu hingga sekarang. Segala yang membuatmu terbangun di pagi hari dan tetap membuatmu melangkah. Segala usaha untuk mengalahkan keraguan dan ketakutan. Segala keyakinan yang membuatmu tetap melanjutkan segala perjalanan. Dalam yoga. Dalam puasa. Titik ketenangan yang membuat dirimu semakin melepaskan sekian beban yang tak lagi harus kau bawa kemana-mana dan kau panggul, sendirian.
Sekian surat cinta telah kau kirimkan untuk membuat segalanya baik-baik saja. Ada sedu tersedan, kau tahu, namun laluilah, sayangku. Karena cinta akan membuatmu tumbuh mekar di atas lumpur kasih yang tak berkesudahan.