ia membelikanmu perangkap tikus untuk menangkap tikus-tikus yang telah mengacau dapurmu beberapa minggu belakangan. ia menentengnya dari pasar untukmu. ia sudah memerangkap hatimu begitu lama. kau menangis bahagia hari ini. kau melepaskan dirimu dari segala kecemasan.

kau mencintainya. kau mencintainya. kau begitu mencintainya. semua kata-kata tahunan yang lalu, yang kalian selalu tertawai berdua, berubah menjadi kenyataan-kenyataan yang tak terhindarkan. kalian yang selalu saling menantang. satu per satu tantangan itu dijatuhkan. terjawab bersama-sama.

kau selalu menemukan tangannya dalam genggamanmu kini. tak pernah lagi kau melepasnya. walau marah. walau sedih. walau sendu. rindu yang mengalahkan segalanya. ledakan yang tumbuh menjadi-jadi pada tubuhmu. tubuhnya. selalu.

jika kau harus nyaris gila, kau hanya ingin gila mencintainya. jika kau ingin mencium, kau hanya ingin menciumnya. jika kau ingin bercinta, kau hanya akan bercinta kepadanya. selamanya.

kau selalu menyimpannya kemana pun kau pergi. foto kecil yang ia berikan kepadamu dengan mendadak dan kau yang terkejut tak percaya ketika menerimanya. kau kira ia mabuk.

di atas puncak gunung kau ingin meneriakkan namanya. di tepi pantai kau memeluknya erat. pada laut, kau berterimakasih. padanya, kau berterimakasih. karena telah mencintaimu begitu rupa. merindukanmu tak henti. memaafkanmu ketika kau konyol, sedih dan depresi. menarikmu, untuk selalu pulang pada dirimu dan padanya.

Yogyakarta, 13 April 2007

Kai

Kau menatapnya, Kai. Ia tak lagi menatapmu. Kau tahu, ia begitu kecewa. Tak ada yang lebih menyakitkan baginya, ketika kau tak menjaganya. Kau yang dipercaya menjaganya selama enam bulan terakhir.

Ia tak sekedar kuat. Ia luar biasa kuat. Ia membuktikannya kepadamu. Namun malam kau pulang padanya dengan tanda merah tak terhindarkan di dadamu, tatapannya seolah habis. Pucat dan putus asa. Ia pergi dan tak pulang semalaman. Kau cemas dan mencarinya kemana-mana. Kau tahu kau telah menyakitinya begitu rupa. Kau minta maaf dan ia tetap pergi. Sekali ini matanya mendendam. Tertusuk sampai ulu hati kau ditatapnya.

Ia pulang siang harinya. Kau tak bertanya. Ada bau laki-laki lain di tubuhnya. Kau tahu. Dirimu remuk redam dibuatnya. Dendam adalah bahaya. Racun yang mematikan cinta. Salah kata adalah kematian. Kau bercinta kepadanya dan merasakan panas tubuhnya. Panas hatimu tak padam ketika kalian mandi bersama. Kata-kata meluncur dan satu tonjokan di tembok kamar menyelesaikan segalanya. Kau pergi. Meninggalkannya. Tak sanggup lagi menatapnya. Kau selalu dan selalu mencintainya, hingga tak tahu berbuat apa.

Kau pulang pagi harinya. Menemukannya di kamar yang lain. Sudah memindahkan kasur dan mulai mengepak barang-barang. Kau mencoba jernih. Membangunkannya dengan ciuman. Kau bercinta kepadanya dan ia menangisimu ketika ia mencapai puncaknya. Cinta telah menjadi begitu menyakitkan.

Tadi malam kau pulang. Rumah yang sepi telah ramai. Ia mengundang orang-orang datang. Ia nyaris tak menatapmu. Kau menariknya ke sudut rumah. Ia tak juga menatapmu. Malam itu kau sadar. Kau kehilangannya. Kau mencoba menciumnya dan wajahnya menghilang. Ia terlalu sedih untuk mencintaimu saat ini. Ia terlalu kecewa untuk meninggalkan sebuah senyuman untukmu.

Kau pergi, Kai. Ia memintamu meninggalkan hidupnya.

Yogyakarta, 14 April 2007

Ing

Kau akan mengingatnya, Ing, sekuat apapun kau ingin melupakannya. Sekuat apapun kau menggosok lantai kamar. Baunya menempel dimana-mana. Dirinya muncul dalam semua bentuk di rumah itu. Rumah yang kalian impikan bersama-sama untuk pertama kalinya. Dia yang selalu pulang padamu. Malam kemarin adalah malam terakhir ia pulang padamu. Kau yang memalingkan muka, kau yang ingin menyelesaikannya.

Tak kuat, Ing, tidak kali ini. Bukan suara perempuan lain yang muncul di benakmu, tapi dadanya yang merah oleh bibir perempuan lain ketika ia pulang padamu. Kau menahan amarah. Enam bulan kau bertahan. Detik itu kau ingin menyerah. Meninggalkannya selamanya.

Meninggalkan dirimu yang mengingatnya. Adegan ia memelukmu di dapurnya, di dapurmu dan di rumah yang kalian tempati bersama ini. Kalian yang bercinta dimana-mana. Di atas meja kerjamu, di kamar mandi, di taman, di dapur, tak ada ruang yang kalian lewati. Memori adalah terlalu. Kau yang tak akan pernah jatuh padanya, terserak dimana-mana. Kau mematahkan janji yang tak pernah ingin kau pegang.

Kau selalu mencintainya. Bahkan ketika kau memindahkan semua barangnya dari kamarmu. Memasukinya dalam kardus dan kantong plastik. Menghela nafas kau mencoba menata ulang hidupmu dan mencoba bertahan.

Ia ingin menciummu semalam. Di hadapan kawan-kawanmu, dirimu bisa bertahan. Berpaling dan tak lagi menatap matanya. Sendirian, kau tahu kau tak akan pernah bisa. Sendirian, kau menangisi dirinya kini. Tak pernah kau luka sedemikian. Tak pernah kau tahu bahwa kau selalu dan selalu mencintainya. Terisak, kau mengecat kamar dengan cat putih.

Bau cat juga tak mengalahkan bau tubuhnya yang membekas padamu. Mungkin kau yang harus mengecat ulang tubuhmu.