Yogyakarta, 23 Mei 2011
Tara
Mereka pernah menyebutmu gila, Tara. Kau pun tahu sekian tahun yang lalu, kau nyaris gila. Sejak bertemu Raka, yang semula seumpama pemantik dari segala ingatanmu, menjadikanmu terbakar habis. Kau mempercepat roda waktu. Mempercepat hal-hal yang harusnya belum terjadi.
Hingga Asa lahir, tanpa kau pun mengenal ayahnya. Seumpama Bunda Maria yang pernah kau percaya di suatu waktu, itulah yang terjadi pada dirimu. Seumpama Dewi Kunti yang ceritanya kau baca berkali-kali sewaktu kau kecil, itulah yang terjadi pada dirimu. Namun kau hidup di abad dua puluh satu. Sedikit sekali manusia yang masih percaya dengan keajaiban, apalagi dewa dewi. Dan kau tak memiliki sosok Yusuf ataupun Pandu di sisimu. Kau melahirkan dan membesarkan Asa sendirian.
Kau membawa Asa kemana pun kau pergi. Dirimu selalu berjalan bersamanya. Anak yang bagai cahaya di sisimu. Seringkali kau merasa dirimulah yang tengah digandeng olehnya dan bukan sebaliknya. Asa yang luar biasa.
Sahabatmu, Ranmu, mengajakmu pergi dalam waktu dekat. Kau masih ragu. Untuk yang kali ini, kau tidak tahu apakah kau akan mengajak Asa. Perjalanan ini lebih merupakan ziarah. Ziarah ke dalam dirimu. Mimpi, pertanda dan kenangan berkelindan dalam kepalamu.
Kau melihat dirimu ke arah matahari. Sosok cahaya itu muncul.
Tidak, Batara Surya. Aku tak akan pernah melarungkan Karna. Aku bukan Dewi Kunti. Aku adalah diriku sendiri.
Kau akan membawa Asa bersamamu. Selalu.