#30harimenulis

Day 29: Wina, 21 Desember 2012

Raka

Raka menatap langit dari jendela apartemennya. Langit kehilangan bentuknya. Berubah-ubah tak karuan. Ia tak punya televisi. Hanya berita-berita bermunculan di internet yang tidak ia klik. Ia jenuh. Dengan kematian. Dengan kiamat. Ia membiarkan segalanya datang, seperti bagaimana ia senang membiarkan hujan datang membasuh tubuhnya. Basah. Menangisi seluruh keberadaannya.

Rasa sedih selalu datang tiba-tiba dan malam ini akan dihabiskannya sendirian. Seluruh ingatan akan hidupnya selama ini berkelebat. Ia membayangkan konstelasi tata surya yang sejajar, jika ia dapat melihatnya di langit malam ini. Membayangkan dirinya sebagai satu atom terkecil dalam tata surya yang didominasi kegelapan dan keheningan. Ia membayangkan terjadinya dunia dalam satu dentuman besar. Satu nafas besar yang merubah segalanya. Menjadikan segalanya.

Ia teringat perempuan itu. Yang berkata akan mengandung anaknya namun tak mungkin. Selalu ada momen yang menjadikan nafas mereka tertahan bersamaan. Selalu ada yang sedih tercekat di udara. Namun pada akhirnya selalu ada nafas lega. Udara dan bahagia sepekat momen terakhir kali ia melihatnya. Tanpa sadar ia berkata ketika matanya melihat ke arah jendela. Selamat tinggal, Tara.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s