Jeruji jendela kuil Jepang membentuk mandala
Ke arah luar
Di mana gelas-gelas chai dinikmati dengan terbangnya debu ke segala arah
Klakson segala jenis kendaraan
dan sekian jenis lagu di latar belakang
Masih jam sembilan pagi
Tubuh dan mataku semakin berat tak tertahankan
Musim dingin telah tiba dan aku tak memakai apa-apa
Selain pinjaman dan pemberian
Ziarahku jauh dari bayangan
akan rumah dan kenyamanan
Ziarahku selalu sunyi
bukan dari bunyi
Namun mengosongkan hati
dari apa yang akan mengisi ke depan
Dari diriku yang akan mulai mengisinya kembali
Bunyi kompor di kuil ini belum berdesis
Masih menunggu nyala air di pukul sepuluh pagi
Mantra dan puja sudah berlalu di pukul lima
di pukul enam pagi
Aku masih berlalu dalam sekat ranjang kayu
Mengatasi kematian-kematian di dalam mimpi
akan orang-orang yang berlalu
akan kata-kata yang tak tersampaikan
akan maaf yang hanya bisa disampaikan oleh niatan
Tak ada yang abadi
Aku tahu
Manusia dan penderitaan
Di bawah pohon bodhi, seperti sekian ribuan tahun lalu
Kita sama-sama pernah bertanya
Hal yang masih sama
Membuka mata di Bodhgaya, di luar kuil
Diriku menghadapinya dalam setiap pojokan mata
Pada dharma dan karma
Di India
Hanya ini yang kupegang dan kupercaya
Dalam tiap langkah yang terseok
Di setiap kelokan, di setiap perjalanan
yang membawaku pulang
di bawah atap semesta
Bodhgaya, 21 Desember 2017