: kota suci, Varanasi
I.
Ganga Ma
di subuh pagi
kemilau air sakral
muncul dalam setiap tarikan dayung perahu kayu
Aku membasuh kerinduanku terhadap ibu
di sungai Ganga
Ibuku,
oh segala ibu
Kutenggelamkan kepalaku sebelas kali
pada dewi yang tertinggi
Dan mengalirlah duka
kematian yang terkandung di bulir-bulir penjuru tubuhku
Rasa kabungku
mengalirlah
dalam tangis tertahan yang tak sempat kulepaskan
Dalam satu masa disini
aku berkabung untuk diriku di masa lampau
pada aku yang kemarin
pada kematian-kematianku
Di Ganga
kutenggelamkan diriku bersama senja
dan hidup kuhirup dalam setiap terbitnya matahari
yang bersinar di Benares
menyingkap kabut dan suara air Ganga yang tenang
tak pernah takabur
membasuh segalanya
Oh, duka
suka
bagi manusia yang datang dan pergi
di tempat ini jiwa-jiwa datang untuk pergi
berpulang dalam gelungan rambut Siwa yang panjangnya
tak berkesudahan
Bulan Siwa menyaksikan kedatanganku malam itu
kepulanganku pada diriku
pada India
dan pada Ibu Ganga
yang merangkulku
menandai dahiku dengan abu
Yang mati biarlah beristirahat
Yang berakhir biarlah berlalu
Tangisanku masih tak terdengar
Namun lepas
Mewarnai kemilau pagi
yang tak sebentar
Dasar pasir Ganga masih terasa
dalam sela jemari kakiku
Dalam ruang antara
aku berada
sungai yang menyucikan segala
Asal segala sesuatu
Ganga Ma
II.
Oh, laki-laki yang mendayung
kita hanya terhubung dalam karma
yang bersifat hanya untuk dua puluh empat jam
ketika lebih
karma menguji diri akan apa yang berlebih
Biarkanlah yang selesai
telah selesai
tanpa paksaan
dan juga dorongan dalam lorong-lorong kota suci
Varanasi
yang kadang sepi
penuh senyap misteri
Jangan kau ucap nama-nama dewa di depanku
hanya untuk kepentingan menahanku lebih lama
Dalam hukum alam raya
tiada keabadian dalam waktu yang dipaksakan
Hanya ada dua pilihan malam itu yang kuajukan
Dalam remangnya malam di Varanasi
Mengenai yang sementara dan yang abadi
Sebagaimana yang manusia
Dan laki-laki di masa lalu
Kau memilih yang sementara
Diriku menghilang dalam kabut
Bersama kelamnya ingatan
akan dua malam yang telah berlalu
di pinggiran sungai Ganga
Bergelas-gelas chai
Makan malam di atas apungan perahu
dan anjing-anjing liar yang turut berbagi
Segala yang sementara
Dan segala yang sebentar
Mungkin suatu pagi
Kau hanya akan mengenangku dalam balutan batik Jawa
yang kusam
dan remangnya silau matahari
di kabut yang membawaku pergi
Segalanya sesenyap pagi itu
Pada sosok perempuan yang menenggelamkan kepalanya
sebelas kali
pada Ganga
Ma, ma, ma
Betapa lidah kita setua para ibu
Betapa tuanya rasa kehilangan
III.
Setetes bau minyak frankincense
mengingatkanmu akan kuil Pashupatinath
kuil Siwa di tempat yang lain
di pinggir sungai yang juga lain
dan dirimu mengepak satu botol kecil itu dalam satu klip plastik
Aku menemukan dirimu memotong sebuah kalung
malam-malam
Lapiz lazuli
yang kau berikan satu keping untukku
Dari negeri matahari terbit
kau memberikanku seikat kepala
Tidak ada yang sebentar dalam dua malam
yang kita bagikan dalam mimpi-mimpi yang berkelindan
di satu ruangan yang kita bagi
Kata-kata pertamamu ketika kita pertama kali berkenalan
Usiamu tiga puluh tahun
Petani
Dan tengah mencari calon istri
Seandainya aku masih memiliki kepolosan yang sama
Di usia tiga puluh tahun
Aku patah hati dengan seorang petani
Dan berhenti bermimpi menjadi seorang istri
Aku tertawa
Sejauh itukah perjalanan kau lakukan
Demi empat bulan melihat Ibu India
Kau sudah kehilangan hapemu di Agra
Ada sesuatu yang membuatku lelap di malam kau datang
Hawa lelaki yang menenangkan
Selembut aliran sungai Ganga yang membuatku tertidur nyenyak
Dan kau sepakat untuk pergi di pukul delapan pagi
Bersamaku ke arah Sarnath
Pagi itu kita terlempar berdua di atas oto
berpegangan di jeruji besi
dalam kegilaan jalan di Uttar Pradesh
Segalanya berlalu begitu cepat memang
namun satu momen di kuil itu menangkapku
Di Sarnath, roda dharmaku berputar
Walau sebentar, aku menyempatkan mengikatkan
Satu gelang tali doa yang terberkati
Di pergelanganmu
Dan dirimu di pergelanganku
Untuk kebaikan memberi kesempatan
bertemu kembali lagi
Dan di Varanasi
aku berbahagia
walau harus meninggalkanmu
pada perjalanan dirimu
Aku bertolak pada perjalanan diriku
untuk menuju di satu saat
di perjalanan kita berdua