Yogyakarta, 24 Mei 2011
Tara
Kau menatap kembaranmu. Ing. Wajahnya bersemi bagai mawar merah muda yang tengah mekar. Tak pernah kau menatapnya sedemikian. Jika cinta memang ada, kau tengah melihat efeknya langsung pada kulit perempuan di hadapanmu.
Seperti dirimu, Ing, telah pergi kemana-mana. Ia bahkan tak pernah pulang. Bahkan ketika kedua orangtuamu meninggal dunia. Siapa yang menyangka, momen ketika kalian menonton musik bersama setelah sekian tahun tak bertemu, membuatnya memutuskan untuk tinggal di kota yang sama. Ia belum mengatakan apa-apa. Tapi kau tahu, pasti karena cinta dan kau tengah menebak siapa.
Jika kau merasakan kembaranmu tengah memulangkan hatinya, kau merasakan hatimu semakin pergi menjauh. Jejak yang tertinggal membuatmu harus beranjak untuk mengejar hatimu.
Kau melihatnya menghisap rokok kreteknya semakin berat dan menghembuskannya perlahan. Kau telah bertahun-tahun berhenti merokok, setahun sebelum kau hamil Asa. Takdir itu jatuh perlahan bagai wahyu dan memporak porandakan tubuhmu. Saat ini jika rindu asap, kau memilih dupa.
“Siapa, Ing?”
“Kai. Di malam laknat itu aku bertemu dengannya lagi, segalanya kembali berputar. Kami hanya bisa tertawa sekarang.”
Kau menghela nafas. Nyaris mengambil sebatang rokok. Kai. Alasan empat tahun yang lalu Ing tak pernah pulang.