Yang menyapu segalanya seperti air bah tumpah dari mana-mana. Langit menjadi Laut dan Laut menjadi Langit. Semua petak jalanan basah, tak ada yang celah kering di atas tanah. Hujan menjadi-jadi dimana-mana. Merusak dan menyeruak sampai ke hati. Menjadikannya terlindas depresi berhari-hari.
Melakukan perjalanan menjadi sesuatu yang dilakukan dengan bersijingkat. Penyakit mewarnai udara walau pandemi sudah lewat. Kali ini nyaris tak melewati siapa pun. Tidak ada yang tidak dikeluhkan, setelah matahari lenyap tidak mewarnai apapun di muka bumi yang serupa dengan kiamat.
Aku seperti tak mencari apa pun dalam jejakku sendiri di pagi hari. Sepatu basah tergantung di jemuran berhari-hari. Memilih berteman dan berbicara hanya pada sekian lembaran kertas yang menunggu diurus. Segala hal yang harus dibereskan hingga semua benar-benar jemu. Hingga semua hilang tujuan.
Terkadang sebuah kata bisa mengaduk semua pusara yang tertidur dalam pikiran. Membawa kalut hingga menyelimuti dunia dan jalan untuk kembali seolah tertutup gelap yang tak terselamatkan lagi. Di sini, diriku selalu berjuang menyelamatkan diriku sendiri berkali-kali, dalam jurang kegelapan yang dengan mudahnya mendorongku jatuh seperti tanpa pijakan lagi.