Wina, 23 Desember 2012
Tara
Aku tahu aku merindukanmu pagi ini, ketika pertama kali kelopak mataku terbuka. Aku melihat cahaya putih meremang di sekitarku. Setelah jelas, aku menemukan diriku sedang memeluk anakku yang tertidur di dadaku. Aku tahu kiamat telah lewat dan aku masih hidup di kotamu. Salju turun menutupi seluruh kota dan dinginnya melewati tembok serta jendela. Aku tak tahu kemana aku akan pulang dalam cuaca seperti ini. Aku seharusnya pulang pagi ini, tapi tubuhku terasa malas untuk beranjak dan selimut tebal telah menjadi kulit keduaku.
Aku hanya ingin pulang kepada dirimu. Pada hari aku mati.
Manusia selalu identik menempatkan ketakutan dengan kematian. Aku membutuhkan dirimu ketika menghadapi kematian, bukan karena takut, tapi karena ingin menghadapi cahaya. Rasa silau yang melingkupi diri sampai tak bergerak. Getaran abadi yang ingin kubagi.
Anakku terbangun, matanya yang bulat terbuka lebar. Ia menatapku.
“Mama, kapan kita pulang ke Yogya?”
Itu adalah kata-kata pertamanya. Ia tak peduli kiamat. Tak peduli kematian. Anak-anak sekarang selalu punya keberanian yang lebih untuk menghadapi dunia.
“Hari ini.”
Pada akhirnya, aku tahu aku akan pulang ke Yogya dan meninggalkan separuh jiwaku di kota ini.