Rahim Ibukota

By

Bulan pucat mewarnai rangkaian gedung-gedung berangkaian.

Purnama masih terseret bulan yang merah.

“di mana kita tinggalkan dia, di mana ia tertinggal?”

Kata-kata itu menggaung dalam bebunyian rel sepanjang ibukota, yang berarakan bak ulat bulu yang memiliki gerak kecepatan yang tak jua melambat.

Ibukota adalah tempat rahimku pernah meluruh dan semua memori terkuburkan, terserak dimana-mana. Aku menemukan penggalan-penggalan diriku di pinggiran jalan, dalam metromini yang sudah nyaris punah, terminal bis yang terbarukan dan trotoar-trotoar besar yang mentereng.

Sudah tak terhitung berapa sekian perpisahan terjadi dalam semua ingatan akan jalan, lintasan dan pertemuan. Semua siklus memutar dan berpindah. Namun tak lagi semuanya tertabrak dan berserakan. Potongan-potongan itu serupa puzzle yang mulai rapi tertata.

Walau gambaran keseluruhannya belum lagi utuh, namun satu per satu mulai menemukan kepingan-kepingan yang sama.

Selepas di Gambir, yang terpisahkan sudah kutemukan. Kurajut dalam ingatan dan kubawa pulang.

Posted In ,

Leave a comment