:pada segala yang masih
kota penuh ritmis ini masih segelap kemarin sore, seperti waktu kau tinggalkan senja semudah kau meninggalkan jaket hitam yang bukan punyamu itu. kau begitu mudah terkapar di ibukota dan terkurung tak berdaya.
kau mengeluh, memintaku mengirimkan kunci rumah atau mengirimkan bungkusan penyelamatan. tiket yang kupegang masih menunjukkan pukul delapan belas lima belas. masih besok sore.
pada dua puluh empat jam berikutnya, sosokmu masih kian ringkih seperti terakhir kali aku memelukmu. aku selalu terlempar gembira bahkan jika kau berhasil menghabiskan makan malam yang tersedia di meja. atas banyak hal aku berkesimpulan dirimu nyaris: anorexia…
kita seperti lahir dari generasi nyaris amnesia, terkadang depresif dan punya obsesi sejenis anorexia dan kawan-kawannya. namun masih di bawah semesta yang kau tatap: kita tidak menanamkan apa-apa, juga tidak kehilangan apa-apa*
semoga.
aky, 3 desember 2004
*mengutip soe hoek gie