IV.
apa yang akan menjelaskan kelima jarimu yang terluka, tidak hanya di tangan kiri, tidak hanya di sebelah kiri dadamu yang tergores-gores. kau yang melibat dirimu dengan tali, menyalib dirimu sendiri dan menjatuhkan dirimu dari menara dengan ketinggian kesekian. aku melewatkanmu, begitu saja, tanpa aku sadari. aku pun bukan seorang bunda maria yang menangisimu dan menurunkanmu dari salib. kau berhasil turun sendiri, tanpa mati dan bangkit di hari ketiga.

itulah dirimu, dalam segala rangkuman empat ratus hariku, yang kini lebih lima hari, setelah kita kembali bertemu. pasir-pasir pantai malam itu tidak berbicara apa-apa, hanya malam, yang mendekati kekelaman yang sama dengan baju hitammu. kau yang hitam dan tanpa nama, pecah dalam semesta langit jawa. malam yang pecah dan benar-benar tanpa nama, bahkan aku, bahkan aku!

seperti di awal semesta, sewaktu segala sesuatu belum lagi bernama, kegelapan yang pekat memenuhi langit, bulan cekat dan kamar dengan sekat-sekat. dua puluh empat jam yang panjang lamanya. geliatmu ekspresimu mulai menghancurkan segalanya. ekspresimu yang terkadang dingin dan hangat, gelap namun menyenangkan, wajah itulah lambang sejarah yang tidak pernah selesai. kita yang tidak pernah selesai di suatu waktu.

apa-apa yang tidak selesai, selalu menganggu tidur kita. nyenyak tidak pernah ada di kamus perbendaharaan otak kita. karena ide-ide revolusi seperti embrio yang semakin membesar, seperti kanker otak yang tidak terhentikan. tetapi lagi, revolusi bukanlah makan pagi kita, bukan apa-apa yang terhidang di meja makan kita. tidur kita seperti saling menelanjangi diri. tanpa apa-apa, tanpa siapa-siapa.

ada sesuatu yang memaksaku menengok ke arah tatapan matamu. berkali-kali lagi, tanpa jeda dan rasa sedih yang selalu merubungi kita. kita memang orang-orang yang menyedihkan, tetapi kesedihan tidak menghalangi kita saling menikmati satu dengan yang lain, menikmati kehidupan yang walaupun nyaris membusuk dan sedih, tetap dan tetap saja kita nikmati. berkali-kali, berkali-kali, kita tidak pernah selesai, selalu dan selalu tidak pernah selesai.

apa yang menjadikan kita tidak pernah menemui batas halaman akhir, kertas-kertas yang habis, bahkan jutaan kata yang sudah kita lewati bersama? bahkan selama itu, selama empat ratus lima hari.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s