hujan hanya menyambutku satu kali, di depan kamarmu, di terasnya dan diantara tirai-tirai bambu. deras, besar tetapi hilang gemuruhnya di tengah-tengah. lalu mataku gagu menatap dada telanjangmu yang mengeluh kepanasan pada lima menit yang baru saja melintasi jam dinding bulat di dinding putih kaku. aku ingin waktu mati disitu, sekali saja, tanpa reinkarnasi.