kita memang jatuh di antara hamparan kata-kata, erangan derita, serta tawa dengan ganja dan satu sloki arak putih dari bali. semuanya direkam di bawah bulan purnama di sebuah lapangan rumput yang setengah terbuka, puisi-puisi satu per satu dibacakan seperti pada pukul lima sore menjelang kematian lorca sang penyair. masih di bawah bulan, langit terbuka, dada terbuka, ceracah sapa mulut saling menyapa. pada kecupan pagi-pagi sekali, pada segelas coklat panas di atas meja sebuah warung masih di pagi yang sama, ketika jalanan masih sepi dari doa-doa.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s